Lukisan Ikan di Leherku
: MW
pagi itu, di danau Belanda,
kita mengkristalkan waktu. menyeka
lima ratus celaka dari kepalaku.
getar & getir dalam dadamu—sejenak
bisa jinak. kubiarkan kau bermain-main
dengan kuas. kau memilih warna
merah tua, lantas melukis ikan-ikan purba berumur kira-kira lima puluh tiga juta
tahun yang lalu
kaugunakan tengkuk leherku
sebagai kanvas lukismu. kau buru-buru
menulis segala amuk campur kutuk
tentang hidup yang redup. & setiap
kesepian yang pernah menguliti kita
tanpa gugup, tiba-tiba punah—menuju
entah.
barangkali, pagi itu,
bulir air mata kita yang anyir
lebih cepat kering dari cat air.
entahlah.
(2023)
–
Bertahanlah Sedikit Lebih Lama
: MW
bertahanlah sedikit lebih lama. sampai matamu cukup ngantuk menonton rakit Pinadar yang hilir mudik. berisi sepasang Arab-Pribumi kawin kontrak yang berbahasa Puncak. & telingamu cukup bosan mendengar sayup tala’a al-badru ‘alayna. yang setiap stanza sudah kau khatam di luar kepala. atau sampai ayun hammock gagal membikinku ingin muntah. sebab, kau tahu, toleransi gaya gravitasiku begitu rendah.
bertahanlah sedikit lebih lama. sekadar membakar marshmellow. atau memotret daun-daun beringin purba yang jatuh melow. pelan & perlahan. diembus dingin angin dari arah yang entah. sampai di sana, tak ada lagi penanda arsitektur Hindia-Belanda: denah simetri, cat putih, langit-langit tinggi, seribu jendela, kolom doric entah corinthian yang neo-klasik & pintu kayu jati dengan detail Romawi-Yunani.
bertahanlah sedikit lebih lama. sampai biawak-biawak itu tak lagi bersembunyi di antara logika mistika & Pulau Biola. atau sampai bunga-bunga tulip kembali bersemi di pekarangan Oranje Pergola. sampai arwah Wilhelmina cukup kesal melihat kita yang saling melempar lelucon kering & garing. & kemudian aku memutar-mutar Joan Baez dengan nyaring:
our breath comes out of white clouds
mixing & hanging in the air
speaking strictly for me
we both could have died right then & there
& lantas dengan lekas, pikiran kita mengembara… pada anno-anno jauh sebelum kesadaran hadir. & kita terlahir. sebelum bulir nasib yang nelangsa membentuk sayu di mata.
maka, bertahanlah sedikit lebih lama. setidaknya sampai bibirku lebih banyak mengecup bibirmu—ketimbang botol-botol alkohol. ini tolol, tapi bertahanlah sedikit lebih lama. bertahanlah sedikit lebih lama. aku memohon dengan segenap foton & sisa momentumnya.
bertahanlah sedikit lebih lama…
(2023)
–
Ode untuk Gelas Kopi yang Kesekian & Lagu-Lagu Car Seat Headrest
: ARF
kilatan Mimpi Amerika
& selamat pagi, New York
berdebu di meja kerja
mengolok-ngolok Fitzgerald
yang mampus bertubi-tubi
“nothing works
nothing works for everyone
good stories are bad lives
good stories are bad lives…”
seratus ya sudah, seribu tak apa
menambah parah sunyi alienasi:
membikin punggung
makin melengkung
seperti udang
seperti seseorang
yang dihantam
kekalahan panjang
dengan mata panda
yang barangkali
kurang istirahat
atau boleh jadi
lupa mengumpati
roda Kapitalisme;
semoga nanti kita cukup
tajir ‘tuk beli masa muda
tanpa menjual hidup
menggadai hari tua
yang tak seberapa.
(2023)
–
Ariel yang Lain
hari itu kumasuki neraka
tapi tak ada Dante & Virgil
tak pula Rimbaud atau Milton
hanya kutemukan catatan kaki
Shakespeare yang tak selesai
dalam drama The Tempest
babak satu, adegan dua:
“neraka kosong melompong
& semua iblis berada di sini…
di masing-masing kepala kita.”
(2023)
–
Jika Saja Aku Punya Senapan
: Noel Gallagher’s High Flying Birds
aku tidak mau
melubangi matahari
tapi menembak otakku
di sanalah setan-setan
bersemayam & mengarang
gawat-gawat yang tak ada
tapi sial lagi-lagi
kusembunyikan kutuk
kukunyah pedih-pelik
belum ada pelatuk
yang bisa ditarik;
yang tersisa cuma-hanya
mitos-mitos tak menarik:
tuhan yang megalomania
& penebusan apokaliptik
& majas-majas hiperbola
& narasi bahagia yang baka.
(2023)
–
Catatan dari Asteroid B-612
: AFWS
aku tak tahu monster apalagi yang berani ganggu tidurmu. yang pasti, kau memintaku kisahkan Little Prince yang lugu. kau pasang seluruh telinga yang kaupunya. kuceritakan empat halaman melalui pesan suara. lalu kantuk mengetuk-ngetuk kedua matamu. tapi apakah keluguan sebenarnya? mana topi, mana gajah ditelan ular boa? mana persepsi, apa ilusi?
kecemasanmu, pohon baobab yang habiskan ruang riang dalam sorot mata. & kita tak pernah berjarak dalam satuan tahun cahaya. & begitulah kita meredam malam—membangun lusa yang niscaya.
(2023)