Kutukan Kebebasan Ketika aku kecil dulu, penasaran dengan jam larut malam menutup mata berbohong saja saat sudah aman, ke ruang tamu. Berpapasan dengan Ibu yang kebetulan diminta Ayah untuk membuat segelas kopi. Aku dimarahi, "untuk apa anak kecil masih bangun jam segini?" Ayah hanya senyum, menjanjikanku mainan jika aku jadi anak baik dan kembali tidur. Sekarang bebas tidur semaunya begadang seminggu pun tak ada yang melarang. Tapi sekarang ketika begadang hanya buat membereskan pekerjaan yang tertunda. Kebebasan yang dahulu aku damba-dambakan kini menjadi hal yang paling mengutukku. Kini saat larut malam kunyalakan televisi tak sengaja terputar berita dunia luar yang tak kupahami. Saat mulai mengantuk burung mulai berkicau hari pun dimulai, tak menungguku istirahat dahulu. Pengembara di Atas Lautan Kabut* Di atas tebing yang curam Aku berdiri menatap kejauhan Kabut pekat yang tersebar Membatasiku melihat lebih jauh Seekor elang melintas di udara Menembus kabut berlapis-lapis Memekik, meneriakkan kebebasan Karena tiada tempat yang sukar dijangkaunya Sementara ia tak terhentikan, aku masih tak berdaya Meski terluka, sayapnya terus mengepak Sedang aku masih belajar untuk kembali berdiri Di balik kabut yang tebal Terlihat gunung menjulang ke angkasa Seekor elang datang padanya, lalu meninggalkannya kembali Walau seribu elang mendatanginya Lalu kembali pergi meninggalkannya Gunung itu, 'kan tetap gagah menjulang walau di dalam keterasingan sekali pun Sementara aku di kala sepi Ditaklukkan oleh diri sendiri Mencemaskan hal-hal yang tidak ada Mencari-cari yang tak ada di depan mata Demi Kenikmatan di Kamar Mandi Sakit perut Tak ada rokok Warung jauh Tetap paksa pergi Sampai di rumah Tinggal cebok Belajar Menghitung Menulis dengan tiga belas suku kata Lalu dengan dua belas suku kata Dan sekarang hanya sembilan Sisa empat *Puisi Pengembara di Atas Lautan Kabut tercipta setelah melihat dan membaca pengantar sebuah lukisan dari Caspar David Friedrich dengan nama yang sama seperti judul puisi ini.
Kutukan Kebebasan dan Puisi Lainnya
1 min read