Kutukan Kebebasan dan Puisi Lainnya

1 min read


Kutukan Kebebasan

Ketika aku kecil dulu,
penasaran dengan jam larut malam
menutup mata berbohong saja
saat sudah aman, ke ruang tamu. 

Berpapasan dengan Ibu yang kebetulan diminta Ayah untuk 
membuat segelas kopi. 

Aku dimarahi,
"untuk apa anak kecil masih bangun jam segini?"
Ayah hanya senyum, menjanjikanku mainan
jika aku jadi anak baik dan kembali tidur.

Sekarang bebas tidur semaunya
begadang seminggu pun tak ada yang melarang.
Tapi sekarang ketika begadang
hanya buat membereskan pekerjaan yang tertunda. 

Kebebasan yang dahulu aku damba-dambakan kini menjadi 
hal yang paling mengutukku. 

Kini saat larut malam kunyalakan televisi
tak sengaja terputar berita dunia luar yang tak kupahami.
Saat mulai mengantuk burung mulai berkicau
hari pun dimulai, tak menungguku istirahat dahulu.


Pengembara di Atas Lautan Kabut*

Di atas tebing yang curam
Aku berdiri menatap kejauhan
Kabut pekat yang tersebar
Membatasiku melihat lebih jauh 

Seekor elang melintas di udara
Menembus kabut berlapis-lapis
Memekik, meneriakkan kebebasan
Karena tiada tempat yang sukar dijangkaunya 

Sementara ia tak terhentikan,
aku masih tak berdaya
Meski terluka, sayapnya terus mengepak
Sedang aku masih belajar untuk kembali berdiri 

Di balik kabut yang tebal
Terlihat gunung menjulang ke angkasa
Seekor elang datang padanya,
lalu meninggalkannya kembali 

Walau seribu elang mendatanginya
Lalu kembali pergi meninggalkannya
Gunung itu, 'kan tetap gagah menjulang
walau di dalam keterasingan sekali pun 

Sementara aku di kala sepi
Ditaklukkan oleh diri sendiri
Mencemaskan hal-hal yang tidak ada
Mencari-cari yang tak ada di depan mata


Demi Kenikmatan di Kamar Mandi

Sakit perut
Tak ada rokok
Warung jauh
Tetap paksa pergi

Sampai di rumah
Tinggal cebok


Belajar Menghitung

Menulis dengan tiga belas suku kata
Lalu dengan dua belas suku kata
Dan sekarang hanya sembilan
Sisa empat


*Puisi Pengembara di Atas Lautan Kabut tercipta setelah melihat dan membaca pengantar sebuah lukisan dari Caspar David Friedrich dengan nama yang sama seperti judul puisi ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.