Meme Lucu Adalah Antidepresan Bagi Orang-Orang yang Kalahan

4 min read

“Tidak ada yang menyakiti, tapi terluka karena harapan sendiri.”

Jleb dan sangat menghujam ke ulu hati, bukan? Ya, kata-kata di atas kudapatkan dari satu meme yang dijadikan status whatsapp oleh kawanku yang membuatku berpikir: ah bestieku pasti sedang galau dan dikecewakan.

Kenapa aku berpikir demikian? Sebab itu hanya salah satu dari lima meme yang dia jadikan status whatsapp di hari tulisan ini aku ketik, kelimanya kompak mencurahkan kegalauan dan menunjukkan hancurnya suatu perasaan yang sialnya ditampilkan dengan sangat-sangat fun.

Bestieku bukan admin akun shitpost, bukan Mangots a.k.a Otong Koil, atau selebtwit yang demen buat status foto-foto lucu. Jadi jelas, meme galau yang dijadikan status oleh bestieku itu kemungkinan besar adalah suatu ungkapan perasaannya yang mendalam. Di samping itu, foto profli whatsappnya tiba-tiba hilang. Jadi sudah makin jelas, bukan?

Akan Kuhadapi Semuanya, Tapi Sambil Nangis Dikit

Meme meski didandani dengan balutan kelucuan, ternyata menyimpan maksud tertentu yang ingin disampaikan. Meme dipercaya lebih bisa menyalurkan unek-unek kegalauan tapi dengan bungkus kelucuan. Menciptakan kesan “i’m sad, but i’m okay

Seolah-olah ketika orang membuat status dengan meme, seperti memberi pesan kepada yang membuat sakit hatinya untuk: Nih lihat, sesakitnya aku disakiti olehmu, tapi aku masih bisa survive dan bertahan, bahkan aku masi bisa menjadikan kesakithatian ini pelajaran dan lelucon kehidupan. Ya Meski dalam hatinya mengumpat-umpat: fu*k percintaan sambil sesenggukan.

Sebelum jauh membahasnya, istilah meme—yang inggrisnya dibaca mim, tapi kita bodo amat dan keukeuh terus nyebut mem—ini berasal dari bahasa Yunani “mimema” yang artinya “sesuatu yang ditiru.” Istilah meme sendiri sebenernya ada sudah cukup lama sebelum internet dan sosial media itu ada dan uniknya diperkenalkan oleh ahli biologi, Richard Darwin dalam bukunya The Selfish Gene yang terbit tahun 1976. 

Meme dalam media sosial menurut Wigins (2019) merupakan bentuk reproduksi, pencampuran, perubahan, dan modifikasi dari berbagai bentuk serta bahan komunikasi yang telah ada. Tak heran dalam jagat maya, baik itu di media sosial ataupun di layanan pesan instan turut andil menjadi wadah terjadinya pabrikasi meme. Disamping itu, Kehadiran meme selalu terbarukan seiring kejadian sehari-hari di sekitar kita, suatu keniscayaan setiap kejadian atau peristiwa baru yang banyak mendapatkan perhatian masyarakat, pasti dalam sekejap langsung ada dan tersebar sebagai meme dengan seperangkat lelucon yang menyertainya.

Hal tersebut terjadi karena dalam pembuatan meme sangatlah gampang. Tak harus memiliki skill photoshop tingkat dewa, membaca buku panduan atau berjiwa seniman. Membuat meme hanya membutuhkan gambar dan teks dan aplikasi pengeditan yang bisa menggabungkan dua unsur tersebut. Dan biasanya gambar-gambar yang dipilih asalnya dari sesuatu yang viral karena mensyaratkan harus familiar dan diketahui banyak orang. Lalu pada gambar tersebut ditambahkan teks singkat atau pesan yang ingin disampaikan yang relevan dengan ekspresi gambar.

Meme Di antara Feeling Lonely dan Keterhubungan Kita

Sekarang pertanyaannya, kenapa meme sangat disukai dalam hal mengekspresikan perasaan dan dalam pembahasan yang khusus adalah kesedihan. 

Utamanya karena memang sifat meme yang selain dikenal sebagai medium ekspresi yang sarat dengan unsur humor juga sebagai ekspresi yang dapat mewakili suasana hati. Selain itu, meme masuk pada hasil budaya dan seni sosial yang mengutamakan kelucuan dan dalam hal ini comedy is telling about truth.

Kejujuran jelas dekat dengan kerentanan. Dalam posisi kerentanan inilah banyak orang yang tidak berdaya dan nyaman untuk menceritakan hal itu. Alih-alih melampiaskannya dengan mempersakit diri sendiri saat sakit hati, sekarang kebanyakan orang di sosial media menggunakan meme untuk mengekspresikan kesakithatiannya. 

Terlepas dari perbedaan usia atau budaya keluarga yang membiasakan anaknya mengungkapkan perasaan atau tidak, meme-meme yang bertebaran di sosial media seolah-olah menampung semua perasaan yang sedang kita rasakan, baik kemarahan, kesedihan, kekecewaan, bahkan perasaan ingin mempermalukan seseorang. Meme mampu memberikan fasilitas untuk mengekspresikan itu semua. 

Tidak perlu banyak ngetik lalala lilili bak sastrawan mempuisikan perasaannya, cukup dengan meme dan perasaan yang ingin diungkapkan sudah cukup terwakilkan.

Melalui meme, identitas diri—yang meliputi perasaan dan pikiran—terekspresikan dan jauhnya menjadi dialektis antara subjek dan objek secara bersamaan. Yang dimaksud subjek dalam hal ini adalah rasa sadar untuk membagikan kesedihannya melalui cara yang lucu dan menghasilkan reflektif ke dalam diri sendiri (objek).

Di sisi lain, meme membantu kita untuk relevan menjadi warga media sosial yang dikonstruksikan untuk terus aktual. Karena kemudahan proses pembuatan, penyebaran meme yang cenderung bebas dan tidak bisa dikontrol dianggap sebagai media yang pas untuk berekspresi secara bebas tanpa memperhatikan gender maupun ras, bebas kekangan dan bentuknya anonim tanpa hak cipta. dan itu dibuktikan dalam merespons banyak hal termasuk mengekspresikan perasaan. 

Menurut Mery Levy dan Sven Windal (2010), hal ini terjadi karena pengguna meme dimotivasi oleh kebutuhan dan tujuan yang didefinisikan oleh khalayak itu sendiri yang menuntut kita untuk berekspresi. Jika melihatnya lebih dalam, ini karena dunia sosial media kita ada dalam logika postmodern, yang keberadaan dan maknanya merupakan sebatas proses permainan penanda dan hanya terletak pada permukaan. Dalam meme misalnya permainan apa yang nampak atau penanda lebih penting daripada melakukan upaya pemahaman secara logis dan mendalam. Logika postmodern yang membawa kebanyakan individu sekarang kepada menciptakan ‘dunianya’ sendiri.

Selain itu, membagikan kesedihan melalui meme adalah upaya untuk menghibur diri. Meme menjadi perekat bagi semua kesedihan dan kekalahan. Sebab ketika kita melihat kesedihan, kita tidak hanya berfokus pada apa yang menyebabkan si pembuat atau penyebar meme itu sedih, tapi kita bisa merasakan kesedihannya, khususnya pada flow-nya. 

Ambil contoh, saat temanku putus cinta dan dia meluapkan kegalauannya melalui meme yang akan kita lihat bukan sekadar meme yang berisikan gambar atau kata-kata yang memperlihatkan kesedihannya, tapi pada angan: bisa enggak sih dia survive dengan kesakithatiannya, dengan kekecewaanya, dan dengan kesendiriannya. 

Perasaan dan pikiran semacam itu, bisa kita bayangkan karena kita pernah mengalami di posisi tersebut. Berpacaran, berbahagia, dan saat putus pasti merasakan kesedihan, kekecewaan, sendirian dan itu membuat kita mengingat, lalu memosisikan diri untuk bertanya, “Apa dia bisa step up dan melewatinya?”

Hal-hal yang semacam itulah yang membuat meme jadi perekat karena saling merasakan kerentanan dan kesedihan. George Herbert Meat mengistilahkannya dengan significant symbol atau bagaimana sebuah simbol itu dimaknai sama oleh dirinya sendiri dan juga orang lain. Dan kebanyakan dari diri kita saat melihatnya akan berkata, “Ah iya, gue pernah di posisi itu. Emang problematik rasanya, tapi pasti bisa ngelewatinnya.” 

Meme dengan sifatnya yang menghibur sedikitnya mengubah cara kita bereaksi pada kesedihan. Meski tidak benar-benar mampu menyembuhkan, setidaknya meme cukup berhasil membikin orang menerima kenyataan atas perasaan sedihnya, menahan untuk tidak terlalu ekstrem mengekspresikan kesedihan dan lambat laun mampu menertawakan kesedihannya.

Di sinilah letak konektivitas orang-orang yang kalahan melalui meme. Sebab kelemahan maupun kesedihan pasti pernah dirasakan semua orang, dan dibanding kebahagiaan, hati yang remuk (broken heart) lebih bisa dipahami oleh siapa saja.

Orang-orang sekarang seperti mengamini bersama bahwa dunia dan seisinya tidak pernah tertarik dengan kesedihan. Jadi ketika sedih, tertawalah, atau tertawakanlah kesedihan itu maka dunia akan ikut tertawa, dan meme mengakomodir hal itu.

Jadi jelas meme bagi orang kalahan bukan hanya sekadar foto dan kata-kata, tapi diniscaya menjadi antidepresan untuk ketahanan diri dari babak belurnya dihajar kehidupan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.