Moch Aldy MA pengarang, pendiri Gudang Perspektif, redaktur Omong-Omong Media, dan editor buku OM Institute.

Enam Puisi Becorak Kenoiran

1 min read

Nietzsche Telah Mati

selamat malam, dunia
kita bahagia pukul berapa?
kita, katamu, akan amor fati
tapi amor fati hanyalah mantra
pereda nyeri yang berbau filosofi &
tinta permanen di leherku sebelah kiri—
yang sengaja kudesain secara vertikal
untuk menahan semua yang nonsensikal.
amor fati mungkin memang mantra monumental
yang diteriakkan seorang filsuf pemberani, problematik,
& edgy yang jadi profesor filologi klasik di umur 24 tahun,
kemudian jadi pembuka-penuntun gerbang peralihan zaman antara
modern & postmodern, kesadaran & ketidaksadaran, kewarasan & kegilaan
yang sialnya, di akhir hidupnya, ia malah kalah ditelan kegelapan dunia … lantas
dengan lekas dibawa masuk ke rumah sakit jiwa.

: pada gilirannya, pada suatu hari
yang biasa & membosankan—
kita akan tetap merasakan kemalangan-kemalangan
yang begitu luar biasa—seperti biasa.

(2022)

Menghidupi Hidup, Sepenuhnya, Seutuhnya

apa yang terus menerus kita upayakan: tuliskan & lukiskan—di tengah-tengah realitas yang dibelenggu absurditas & kesementaraan waktu tak lebih & tak kurang—terasa seperti menyiasati kegagalan & kesia-siaan yang hampir tak terelakkan.

: tapi bagaimana kesusastraan & kesenian bisa bekerja
jika tanpa yang absurd & yang sementara?

di luar, bintang-bintang bertabrakan.
lihat, kali ini, carpe diem benar-benar
melumat bulat-bulat abstraksi masa depan.

(2022)

Mana di Mana Kebahagiaan?

: seseorang harus membayangkan sisifus mengangkat batu
yang bahkan—sepertinya—tuhan pun tak dapat mengangkatnya.

di sini, kita masih membasuh luka-luka baru dengan dukalara lama—
apakah di sana tuhan sudah berbahagia?

(2022)

Tak Ada Filsafat di Kamar Tidur, Tak Ada Filsafat di Atas Kasur

hanya kita berdua—dua tubuh, satu kepala. becerita & bercinta, bercanda & bercinta, berbahagia & bercinta, bercinta & bercinta. mari ucapkan selamat tinggal dengan banal kepada apa-apa yang membuat sakit kepala: rasionalisme yang deduktif, empirisme yang induktif, kritisisme yang korektif, positivisme yang detektif, intuisionisme yang intuitif, eksistensialisme yang depresif, stoikisme yang naif, absurdisme yang terasa seperti nihilisme campur ganja jenis sativa—yang kira-kira memiliki khasiat & manfaat berupa: anti-kecemasan, anti-depresan, mengobati penderitaan kronis karena mendorong batu ke puncak harapan secara repetitif, sampai meningkatkan serotonin secara delusif hanya dengan membayangkan sisifus berbahagia.

tak ada filsafat di kamar tidur, tak ada filsafat di atas kasur. hanya kita berdua—dua tubuh, satu kepala. becerita & bercinta, bercanda & bercinta, berbahagia & bercinta, bercinta & bercinta. mari ucapkan selamat bercinta, & mari bercinta dengan brutal sampai kita lupa caranya membenci kesementaraan dunia … dengan segala omong kosongnya, yang kekal adanya.

(2022)

Pertanyaan yang Harus Ditanyakan kepada Seorang Penyair

maaf penyair, apakah bunuh diri itu seksi? maaf, maksudku
bagaimana caranya menculik momen puitik secara elegan, artistik, & cantik dari keburukan-keburukan, seperti: kesendirian—kesunyian—keheningan—kelengangan—kesenyapan—kesepian—keharuan—kegetiran—kesedihan—kepedihan—kesayuan—kecemasan—ketakutan—kemurungan—kepiluan—kedukaan—kesuraman—kepahitan—kepergian—kematian—kekalahan?

(2022)

Simfoni à la Negeri Debussy

halo tuhan, tolong, aku diculik kemurungan orang-orang Paris tahun 60-an. o kemurungan itu datang, mendekat & semakin dekat. kini ia mengetuk-ngetuk pintu lamunanku. seperti memaksaku melantur sampai benar-benar tertidur. seperti kemarin,
seperti … hey, kemari, lihatlah kepalaku tak ubahnya sudah jadi sinema yang setia
memutar film-film Godard dengan durasi yang tak pernah singkat.

setiap malam, sepanjang malam—wajah-wajah monokromatik itu jatuh dengan cukup sureal & artifisial—menimpa kedua mataku yang kian melankolis & tak lagi simetris. pikiranku tak lagi perawan. perasaanku telah terpecah belah, jadi beberapa krisis eksistensial klasik yang sama sekali tak asik.

ketika sinar meretas pagi yang tolol panasnya, kebiruan-kebiruan baru lahir di dalam kepalaku, meminta sejuta insomnia—entah untuk yang keberapa kalinya. aku lupa. aku lupa. aku lupa. sayangku, aku nausea. tapi mulutku seperti tak mau memuntahkan seluruh senandung noir yang ada & begitu menyiksa.

(2022)

Moch Aldy MA pengarang, pendiri Gudang Perspektif, redaktur Omong-Omong Media, dan editor buku OM Institute.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.