Redaksi Kolonian Segala yang ada di sini, mari kita rawat dan kembangkan.

Risalah ‘Menulis Saja?’

2 min read

Risalah ‘Menulis Saja?’-Kolonian

Dalam proses perjalanannya, Kolonian lahir bukan dari siapa-siapa dan tumbuh tidak akan menjadi apa-apa. Perkara media, khususnya media yang didapuk sebagai ruang dalam menyimpan dan memublikasikan karya yang walau dalam buruknya banyak orang menulis dan berharap diterbitkan adalah karena ingin mendapatkan uang dan pengukuhan. Risalah ini dibuat agar kami yang juga adalah bagian dari koloni tetap menyadari diri bahwa kami bukanlah siapa-siapa dan apa yang kami bicarakan nanti dalam live Instagram Kolonianis, murni hanya berkat dari pengetahuan (sok tahu), ketika kami dengan sembrono coba menjalankan sebuah media yang saat ini berfokus pada bidang kepenulisan.

Masalah pertama yang banyak kami temui ketika mendapatkan kiriman tulisan, membuat kami menyadari bagaimana seseorang bisa dikatakan sebagai seorang penulis. Ini hal pertama yang kami tanyakan pada diri sendiri. Tentu kami pun tak tahu jawabannya, dan hingga sampai saat ini kami tidak pernah dikenal sebagai penulis, terkecuali diri kami sendiri yang mendaku sebagai seorang penulis. Mungkin itu adalah salah satu poin dari banyak orang yang mengirim tulisan kepada Kolonian dengan segudang persoalan dalam pengakuannya sebagai penulis.

Persoalannya, bagaimana menyadari tingkat kepercayaan diri? Tentu percaya diri perlu dan berlebihan itu akan menjadikannya masalah. Mengukur kepercayaan diri sama dengan mengukur kemampuan. Bagaimana cara untuk mengukur kemampuan, sedang tak ada (bukan tidak ada sama sekali), ruang yang memantulkan dialog atau diskusi terkait proses kerja kreatif penulis? Pada akhirnya menulis hanya menjadi perkara tumpahan emosi semata dan tak ada muatan kreatif yang dilahirkan oleh teknik dari banyak penulis yang mengirimkan tulisannya. Banyak hal bisa dilakukan untuk membangun itu. Salah satunya adalah dengan membaca. Klise memang. Tapi itu kenyataannya. Menulis sama dengan menabung amunisi, amunisi yang terus diisi dengan cara membaca. Apa saja yang perlu dibaca? Ya apa saja. Tidak mesti melulu buku. Bisa orang, maupun keadaan. Dan itu adalah satu dari sekian banyak hal untuk mencapai suatu tingkat dalam penulisan.

Secara sederhana menulis sama dengan mengungkap perasaan. Sama dengan seperti berbicara, mengobrol dengan berbagai orang, kalangan, usia, status orang dalam tatanan sosial, yang tentunya dalam hukum sosial kita itu sudah ditentukan tatanan berbahasanya. Dari penentuan itu kita ingin tulisan kita dibaca oleh siapa? Jawabannya adalah dibaca oleh diri sendiri dan menulis untuk diri sendiri. Ketika menulis mulai dengan pembatasan (untuk orang lain), ini untuk apa, untuk siapa, dan akan jadi apa, tulisan-tulisan kita secara teknis tidak akan pernah selesai. Dia akan mengambang, menggantung pada harapan kita yang ingin menjadi penulis besar seperti Eka Kurniawan maupun Pramoedya. Pada akhirnya, kami mendeteksi kasus ini sebagai penyebab banyaknya penulis yang mengirimkan tulisannya ke Kolonian itu mengandung miskonsepsi, tulisan yang tak selesai, dan kesulitan menentukan kapan saatnya untuk menghentikan tulisannya.

Ada banyak hal yang sama yang kita alami dan rasakan di hidup ini. Jika kita mendengar satu hal yang serupa dari sepuluh orang yang berbeda, apakah tidak terdengar membosankan? Kita seperti sedang menonton televisi yang hanya memiliki satu saluran saja. Tetapi jika hal yang sama ini dilihat dan dikupas dari perspektif yang berbeda dari kesembilan orang lainnya, mungkin ceritanya akan jadi berbeda. Ada kesegaran perspektif, penawaran baru yang bisa kami nikmati seperti memakan buah mangga tanpa mengupas kulitnya. Perbedaan perspektif dalam hal yang sama mungkin menjadi kata kunci kita untuk melangkah pada tahap teknik. Ada hal-hal mengagumkan yang ingin kita masukan ke dalam sebuah tulisan hanya untuk sekadar agar terlihat keren. Apakah itu bermakna? Menghibur? Tidak juga. Itu membuka kemungkinan pada kejatuhan seluruh konsep dan struktur yang telah dibangun dalam tulisan. Jadi masukanlah unsur-unsur yang perlu dan terhubung satu sama lain. Secara berurutan, acak, maupun tak terbaca sama sekali. Itu sisi menariknya.

Kami menilai tulisan dengan cara yang subjektif. Para penulis yang mengirimkan tulisannya ke Kolonian pun kami yakini menulis dengan cara subjektif dalam menangkap objektivitas. Kita memulai segala sesuatu melalui nilai yang kita yakini sendiri dengan bantuan pengalaman, pengetahuan, dan diikuti dengan kemampuan intelektual yang tumbuh seiring waktu yang panjang itu.

Jadi apakah menulis hanya cukup menulis saja?

Jawabannya mungkin ya mungkin tidak. Ya sebagai tahap pertama, tidak karena setelah menulis saja itu kita mesti membaca ulang kembali, memolesnya kembali, dan meragukannya apakah tulisan kita sudah benar-benar selesai dan layak dibaca oleh diri kita sendiri. Karena tidak ada yang lebih penting daripada menulis untuk diri sendiri. Setelah itu barulah menulis untuk uang, menulis untuk penghargaan diri, menulis untuk menunjukkan diri, dan atau menulis untuk hal-hal agung lainnya.

Redaksi Kolonian Segala yang ada di sini, mari kita rawat dan kembangkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.