Sebagai sepasang kekasih adalah hal yang lazim ketika mereka mengabadikan kemesraan mereka, baik berupa foto ataupun video. Tapi tak semua pasangan ketika sudah mengabadikan kemesraannya memilih untuk membagikan ke sosial media pribadinya.
Pilihan untuk memposting atau tidak memposting kemesraan bersama pasangan ke sosial media tak hanya soal memamerkan kemesraan ataupun soal privasi, tapi jauh lebih rumit daripada itu—melibatkan kecemburuan, pengakuan, menjaga perasaan dan hal lain yang dapat menimbulkan persoalan.
Tulisan dengan tema ini saya tulis karena kegelisahan saya setelah melihat jawaban-jawaban dari pengguna twitter saat ada salah satu follower dari akun menfess bertanya, “Menurut kalian apa sih alasan pasangan enggak pernah ngeposting pasangannya?” Dan banyak jawaban-jawaban dari pertanyaan itu, hampir semua mengandung pikiran negatif; menjaga perempuan yang lainlah, biar enggak disangka punya pacarlah, biar fans-fansnya enggak hilanglah—bahkan lebih parahnya ada yang menjawab dengan, “ya maklum pacarnya sekarang enggak secakep mantannya yang kemarin.” Setdah!
Mungkin. Mungkin saja dari beberapa jawaban itu memang benar, tapi enggak semuanya sejahat yang sering dianggap banyak orang. Tetapi menarik juga ketika pasangan yang jarang diposting atau dipamerkan, mempertanyakan soal itu kepada pasangannya, “Kok kamu enggak pernah posting aku atau kebersamaan kita sih?” Dan setelah mendapat pertanyaan itu pasti si Mas atau Mbak pacar tidak akan siap menjawab pertanyaan mendadak tersebut.
Hal yang normal ketika mempertanyakan. Tetapi yang akan menimbulkan perdebatan adalah ketika pertanyaan itu dibarengi dengan dugaan-dugaan yang sudah membendung di kepala kita. Seperti dugaan-dugaan yang telah disebutkan di atas. Kenapa? karena dugaan itu sebab dari adanya ketidakpercayaan kepada pasangan dan ketika pertanyaan dan dugaan itu terus disimpan dalam ingatan tentu akan menjadi bom waktu yang menunggu momen untuk meledak dengan menuduh pasangan kita melakukan hal yang tidak-tidak.
Mengumbar kemesraan bersama pasangan di sosial media juga sebenarnya tak hanya soal memposting atau mengabadikan momen. Ini bisa menjadi hal yang berkesan simbolik karena tak selalu kemesraan bersama pasangan yang diposting berbanding lurus dengan keharmonisan hubungannya. Bisa jadi juga memposting pasangan hanya untuk memanas-manasi mantan pacar, gebetan, dan jenis mantan-mantan yang lain, atau memberitahukan bahwa dirinya itu laku. Dan ketika tidak memposting pun ini soal identitas kebersamaan yang disembunyikan. Maka anggapan, “Pacarnya yang sekarang enggak secakep mantannya yang dulu. Mangkanya enggak diposting,” itu bisa dipahami dengan simbol bahwa standard kecantikan sekali lagi jadi tameng yang besar baik bagi laki-laki ataupun perempuan.
Seolah-olah kecantikan jadi standard untuk bisa diumbar atau dipamerkan. Padahal pasangan memposting pasangannya pun itu memfokuskan pada peristiwa kebersamaannya. Saat kencan di kafe, bioskop, atau sekadar jalan-jalan di taman. Mereka yang memposting, ingin membagikan peristiwa dari kebersamaan mereka—bukan tampang—atau siapa yang menjadi pacarnya sekarang. Tetapi sekali lagi, menjalin hubungan adalah soal kepercayaan. Kepercayaan kepada pasangan dan kepercayaan kepada diri sendiri untuk bisa percaya pada pasangan.
Anggaplah pasanganmu enggak memposting kamu, “Ya mungkin urusan privasi,” jawab sebagian orang. Tapi ada yang aneh juga dengan soal privasi. Lalu kita mencari definisi privasi dari KBBI, misalkan. Akan keluar penjelasan, (1) kebebasan; (2) keleluasaan pribadi. Nah, mungkin orang-orang yang beralasan soal privasi ini menggunakan definisi ke dua dari penjelasan KBBI tersebut, yaitu keleluasaan pribadi. Sekarang pertanyaannya, apa yang menjadi keleluasaan pribadi orang yang tidak ingin memposting pasangannya? Anggaplah penyebabnya agar hubungannya tidak terlalu diketahui banyak orang. Tetapi sekarang hampir di semua sosial media, seperti instagram, twitter, bahkan whatsapp, ada yang namanya fitur ‘hide‘ atau ‘sembunyikan.’ Jadi ketika hubunganmu tidak ingin diketahui banyak orang tinggal pillih saja siapa yang bisa melihat postingan kemesraanmu bersama pasanganmu.
Bagi saya sendiri yang sering mendapatkan pertanyaan itu, ya ini bukan soal privasi ataupun malas mengumbar kemesraan. Tetapi memang ada sebagian orang yang mempunyai standardnya sendiri untuk memposting sesuatu di sosial media pribadinya. Anggaplah selera atau taste. Sebab semua orang punya selera kebagusan yang ingin dan tidak ingin diperlihatkan. Ini sekali lagi soal selera. jadi bagi saya tidak ada hubungannya dengan menjaga perasaan orang lain, atau kecakepan tampang dari pasangan.
Jika itu terus dilakukan, jelas ini masalah perbandingan akan selera dan kebiasaan seseorang. Sebab tidak adil jika standard yang lama (kita sebut saja mantan pacar), dijadikan standard untuk pasangan yang baru, kemudian dijadikan penilaian lagi ke orang yang lebih baru yang jelas pribadi dan latar belakangnya berbeda, dan tentunya ini akan menjadi masalah. Dan untuk menghindari permasalahan seperti ini harus dibuat lagi standard atau patokan penilaian yang lebih baru, disesuaikan dengan setiap pasangannya. Dan di sinilah pentingnya masa pendekatan.
Tetapi, soal kepercayaan ini memang sedikit merepotkan. Terlebih ditambah dengan pengalaman-pengalaman pahit pada hubungan yang lampau. Dan juga kita tinggal di Indonesia, di mana netizen-netizen bangsa ini senang dengan keributan dan mengompori hal kecil yang akhirnya menjadi besar. Maka untuk memahami dan menepis dugaan-dugaan serta kekhawatiran atas pasanganmu, kamu harus kembali lagi mulai mengenal dirimu, mulai dari kemauan dan tujuanmu bepacaran dan selami lagi kepribadian pasanganmu lebih dalam untuk mendapatkan komitmen yang sama-sama menyenangkan tanpa ada banyak ego ataupun saling atur-mengatur hal-hal yang tidak perlu diatur dalam bepacaran.
Memang sudah seharusnya yang lalu itu tetap di masa lalu. Jangan pernah membandingkan pasangan yang baru dengan pasangan yang lama. Kesian pacar barunya bree jaga dong perasaannya. Tapi kalo ketemuan sama mantannya pas dia udh punya pacar baru mah beda cerita itu 👀🫢
Dari segi mana pun banding membandingkan ini emang penyakit sih, kak.